Kata Orang Pinter (Bukan Sebenarnya) – Glaucoma

Pagi itu, saya mulai bertugas di Ruang Operasi Mata, kriiingg…telepon di ruang operasi berbunyi, saya mengangkatnya. “Hallo..dok, pasiennya udah datang di depan, siap masuk ya…”, kata suara seorang perawat di ujung telepon sana. Pagi itu, seorang remaja laki-laki usia 25 tahun-an akan menjalani operasi glaukoma. Wow..glaucoma juvenile ternyata..Dari anamnesis didapatkan bahwa adiknya juga mengalami hal yang sama..glaucoma mata. 

Keadaan sekarang remaja ini, gejala glaukoma khas dengan penglihatan mata kirinya hanya bisa melihat lambayan tangan dari jarak 1 meter (visus 1/300). Lebih tragis lagi mata kanannya sudah tak bisa melihat lagi (visus 0). Malahan sudah disertai katarak. Hm..ko bisa sih datang ke dokter sudah sangat terlambat begini?? Semoga saja sepulang dari sini orang tua pasien mendapat pengertian yang lebih baik, dan segera membawa adik pasien juga untuk berobat ke dokter.

Usut punya usut, ternyata sebelum di bawa ke dokter, orang tua pasien selalu membawanya ke “orang pintar” (kalau ga mau dipanggil dukun). Sudah sering pasien ini dibawa ke dukun, sudah berpuluh-puluh syarat yang diminta oleh sang dukun telah dipenuhi oleh orang tua pasien, tapi tak ada perbaikan sedikitpun, malahan penglihatan pasien sekarang sudah sangat berkurang, dengan mata satunya telah buta. Kasihan sekali remaja ini, seandainya saja orang tua segera membawa anaknya ke dokter tentu kebutaan mungkin masih dapat dicegah. Alasannya klasik, biaya…padahal sekarang ini sudah ada jamkesmas yang sangat membantu meringankan biaya pengobatan pasien kurang mampu. 

Entah apa yang dilakukan sang dukun. Sampai hati pula ia tidak menyarankan untuk ke dokter saja. Padahal ia mungkin tahu kalau ia tak dapat menangani pasien ini sama sekali. Ya..itulah potret masyarakat kita..sampai akhirnya, ketika penyakit telah sampai pada tahap akhir (end stage), barulah orang tua memaksakan diri untuk ke dokter.

Tekanan intraokuler pasien ini sangat tinggi, berkisar antara 60an mmHg. Bahkan ketika persiapan operasi pun tekanan intraokulernya masih tinggi, padahal sudah diberikan obat inisial (seperti obat golongan beta bloker dan carbonik anhidrase inhibitor), bahkan sampai telah diberikan manitol, tapi tekanan intraokuler (TIO) nya belum bisa turun juga..

Namun, setelah membicarakan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi jika tetap dilakukan operasi, keluarga akhirnya menyetujui untuk operasi (mungkin saking udah pasrahnya). Lalu opersipun dipersiapkan. 

Operasi yang akan dilakuakan adalah operasi trabekulektomi disertai dengan perifer iridektomi dan khusus untuk mata kanannya yang telah sampai pada stadium absolut, dilakukan juga operasi katarak. Namun karena penglihatan mata kanan telah tidak berfungsi lagi, operasi ini lebih bertujuan untuk indikasi kosmetik.

Untuk mengurangi risiko prolaps dan perdarahan akibat tingginya TIO, maka sebelumnya dilakukan paracentesis humor akuos sebagai usaha untuk menurunkan TIO. Setelah itu, barulah dilakuakan trabekulektomi dan perifer iridektomi. Pada mata kanan juga dilakukan operasi katarak denagn fekoemulsifikasi. 

Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa glaukoma adalah suatu sindroma yang ditandai oleh kenaikan tekanan intraokuler (TIO), excavasio atau hingga atrofi dari diskus optikus, dan penyempitan lapangan pandang yang khas. Jika telah terjadi kerusakan (atrofi) pada saraf mata maka dapat terjadi kebutaan/penyempitan lapangan pandang. Kebutaan akibat glaukoma tidak dapat diperbaiki, karena saraf telah rusak. Seperti pada pasien ini, mata kanannya telah buta dan penglihatan tak mungkin lagi diperbaiki. Bayangkan jika pasien terlambat di bawa ke pelayanan kesehatan..

Alhamdulillah..operasi berjalan lancar tanpa penyulit yang berarti..semoga saja penglihatan (mata kiri) pasien ini masih bisa terselamatkan walau mungkin kecil kemungkian untuk dapat melihat dengan sempurna akibat kerusakan saraf mata yang telah terjadi, agar ia tetap bisa menikmati indahnya dunia yang Alloh SWT ciptakan dengan manusia sebagai khalifah di muka bumi..

Previous Post Next Post